Senin, 22 Juni 2015



Kontribusi  Delapan Standar Nasional PendidikanTerhadap Pencapaian Prestasi Belajar

Contributionsof EightNationalEducation StandardsTowards Learning Achievement
Sabar Budi Raharjo
Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud
Lantai 19,Gedung E Jl Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta
raharjo2sbr@Yahoo.co.id

Abstract
National education standards is a means to ensure the quality of educational services. In providing educational services,school administrators are trying to fulfill minimum standards to students in optimizing learning achievement. The purpose of this study is to determine the achievement of national education standards and the large contribution of 8(eight) national standards of education to the learning achievement of high school students. The research method is a survey. The results show that first, among the achievement of 8 national education standards, the following are still low:educational facilities and infrastructures standards(86.6), process standards (87.5) competency standards(87.5) and education professional standards (87.7). Second, the contribution of 8 national education standards towards learning achievement (National Examination/UN) is 22.5%. This means that77.5% successful learning achievementis determined by other factors,both internal and external,such as motivation, interest, parental back ground, school environment. From the 8 standards, if tested one by one, the statistically significantin fluence to the UN resultis the education professional standards (PTK), p=0.044(p <0.05).

Keywords: National Education Standards, Learning Achievement





Kontribusi  Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian Prestasi Belajar
Abstrak
Standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk menjamin mutu layanan pendidikan. Dalam memberikan layanan pendidikan pengelola sekolah berusaha memberikan standar minimal kepada peserta didik dalam mecapai prestasi belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketercapaian standar nasional pendidikan dan besar kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa SMA. Metode penelitian adalah survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, ketercapaian standar nasional pendidikan menunjukkan bahwa dari 8 standar yang ada standar yang masih rendah adalah standar sarana-prasaran(86,6), standar proses(87,5) standar kompetensi (87,5) dan standar tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan (87,7). Kedua, sumbangan 8 standar nasional pendidikan terhadap prestasi belajar (UN) sebesar 22.5%. Hal ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor lain baik internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, lingkungan sekolah. Dari ke 8 standar, jika diuji secara parsial (satu persatu), yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap UN adalah standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), p = 0,044 (p < 0,05).
Kata kunci: Standar Nasional pendidikan, Prestasi Belajar

Latar Belakang
Pendidikan merupakan investasi masa depan bagi seseorang atau suatu bangsa yang akan meraih suatu kehidupan yang lebih sejahtera. Dengan pendidikan yang lebih baik maka suatu bangsa akan menuju suatu perubahan tatanan kehidupan yang rapi dan tertib untuk mencapai peradaban modern. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang berkualitas atau bermutu. Artinya bahwa dalam menyelenggarakan pendidikan diperlukan suatu proses pendidikan yang bermutu.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan beberapa komponen penyelenggaraan yang berkualitas mulai dari peraturan penyelenggaraan, sumberdaya pendidikan dan tenaga pendidikan, kurikulum, sarana-prasarana serta system penilaian yang berkualitas. Dalam mencapai sumberdaya yang berkualitas menjadi tanggungjawab dari pemerintah bersama-sama masyarakat untuk mewujudkannya.  
Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada pasal 3 dinyatakan bahwa, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan. Dalam konteks pendidikan nasional diperlukan standar yang dicapai dalam kurun waktu tertentu di dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Langkah-langkah strategis dapat dicapai melalui berbagai kegiatan di dalam proses pendidikan. Apabila tidak ada patokan atau yardstick yang dijadikan pedoman sudah barang tentu pendidikan akan kacau karena tidak punya arah. Pertanyaan mengenai perlunya standar pendidikan  nasional adalah; a) Standar pendidikan nasional  merupakan tuntutan  politik, b) Standar pendidikan nasional  merupakan tuntutan  globalisasi, c) Standar pendidikan nasional  merupakan tuntutan  dari kemajuan (progress) (  H.A.R Tilaar, 2006 ; 75-76) Lebih lanjut dikemukakan bahwa fungsi standar nasional pendidikan adalah; a) mengukur kualitas pendidikan, b) pemetaan masalah pendidikan, c) penyusunan strategi dan rencana  pengembangan sesudah diperoleh data-data  dari evaluasi belajar secara nasional seperti UN
Terkait dengan Standar Nasional Pendidikan, Mendikbud dalam Oke zone.com   (1 Maret 2013) menyatakan bahwa Perbaikan standar pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan melalui program sertifikasi, pendidikan lanjutan guru, dan sebagainya. Rehabilitasi gedung-gedung sekolah merupakan upaya perbaikan dalam standar sarana dan prasarana. Sementara itu, dari standar isi, kompetensi dan penilaian, perbaikan dilakukan melalui penerapan kurikulum baru. Delapan standar pendidikan merupakan fondasi dalam membangun pendidikan Indonesia. Artinya bahwa standar nasional pendidikan saat ini masih banyak perlu perbaikan.
Dengan kualitas pendidikan yang dihasilkan maka diharapkan kualitas manusia bangsa Indonesia meningkat. Kualitas manusia Indonesia dapat diukur berdasarkan Human Development Index atau Indek Pembangunan Manusia (IPM).  Human Development Index Indonesia dan beberapa Negara tetangga yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) bahwa posisi Indonesia data terbaru tahun 2013 Indonesia masih pada peringkat 121 dari 185 negara di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina.
Kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola pendidikan adalah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 4 dalam PP tersebut menyata­kan bahwa standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan. Standar pendidikan meliputi standar isi, proses, ketenagaan, sarana dan prasarana, pengelolaan, evaluasi, pembiayaan dan kompetensi lulusan.          Dengan adanya standar nasional tersebut, maka arah peningkatan mutu pendidikan Indonesia menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah dapat mencapai atau melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan akan tercapai..
Seperti telah dikemukakan bahwa, pengelolaan sekolah di Indonesia diarahkan untuk mencapai standar minimal, seperti yang tertera dalam  standar nasional pendidikan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini dilakukan kajian tentang kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan terhadap ketercapaian prestasi belajar siswa pada sekolah jenjang menengah (SMA). Oleh karena itu, penelitian ini rumusan masalah adalah seberapa besar ketercapaian standar nasional pendidikan dan berapa besar kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa SMA? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar ketercapaian standar nasional pendidikan dan kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa SMA.

KAJIAN  PUSTAKA

Ketercapaian Standar Nasional Pendidikan
Dalam manajemen, kriteria ketercapaian tujuan adalah efektif dan efisien. Dalam hal efektivitas dan efisiensi ini F. Drucker dalam  Rue &Byars (2000) menyatakan : Effectiveness is the foundation of success; efficiency, is concerned with doing things right. Effectiveness is doing the right things. Efektivitas merupakan landasan untuk mencapai sukses, sehingga hanya tujuan dan pekerjaan yang benar (doright things) yang dikerjakan. Dengan kata lain, efektivitas adalah mengerjakan pekerjaan yang benar. Sedangkan efisiensi berkenaan dengan bagaimana cara mengerjakan yang benar (do things right). Bila dalam organisasi melakukan pekerjaan yang benar (sesuai rencana) dikerjakan, maka akan muncul efektivitas, dan bila cara yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang benar itu tepat maka akan menghasilkan efisiensi.
Selanjutnya Fremont E Kas mengemukakan bahwa “Effectiveness is concerned with the accomplisment of explicit or implicit goals. Selanjutnya Stephen P. Robbins, Mary Coulter,(2009), menyatakan bahwa, “effectively  is often describe as doing the right things” that is, doing those work activities that will help  the organization reach its goal” sedangkan “Efficiency : refer to getting the most output from the least amount of inputsIts often doing things right. Jadi efektivitas lebih menekankan pada pencapaian tujuan baik secara eksplisit maupun implicit. Efektifitas juga sering diartikan sebagai mengerjakan pekerjaan yang benar, yaitu mengerjakan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan efisiensi lebih menekankan pada upaya mencapai output/hasil yang maksimal dengan input yang minimal. Untuk mencapai hasil maksimal dengan input yang minimal, maka harus terjadi doing things right, mengerjakan pekerjaan dengan cara yang benar.
Hal tersebut apabila dikaitkan dengan ketercapaian 8 standar  nasional pendidikan, maka sekolah harus dapat menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam memenuhi standar yang dipersyaratkan sesuai standar nasional pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar nasional pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan meliputi delapan standar yaitu, standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa ketercapaian standar pendidikan nasional yang dimaksud adalah tercapainya delapan standar pendidikan nasional pada jenjang pendidikan menengah

Pencapaian Prestasi Akademik
Dalam kegiatan belajar mengajar prestasi akademik merupakan cermin dari upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Prestasi akademik yang dihasilkan suatu sekolah tentunya melibatkan beberapa komponen yaitu guru, kepala sekolah dan sarana-prasarana sekolah yang menunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Prestasi akademik merupakan hasil penilaian yang dilakukan oleh guru sebagai umpan balik dari hasil proses belajar mengajar. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru dilakukan secara berkesinambungan untuk memahami proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Sedangkan penilaian belajar oleh pemerintah bertujuan untuk penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (Mulyasa, 2010: 43).
Selanjutnya, dikemukakan ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel, serta diadakan sebanyak-banyaknya satu kali, dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk: 1) pemetaan mutu program dan satuan pendidikan; 2) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; 3) penentuan kelulusan peserta didik; 4) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Setiap peserta didik wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya, dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: 1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran; 2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh kelompok mata pelajaran.  Lulus ujian sekolah atau madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lulus atau ujian nasional. Kelulusan peserta didik ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri.
Secara umum, penilaian merupakan proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar peserta didik (Mardapi, 2005: 75). Dengan demikian penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau perangkat perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya. Suharsimi Arikunto (2010: 9-11) mengemukakan bahwa penilaian dilakukan bertujuan: 1) merangsang aktivitas siswa; 2) menemukan penyebab kemajuan atau kegagalan siswa, guru, maupun proses pembelajaran itu sendiri; 3) memberi bimbingan yang sesuai kepada setiap siswa; 4) memberi laporan tentang kemajuan atau perkembangan siswa kepada orangtua dan lembaga pendidikan  terkait; dan 5) sebagai feedback program atau kurikulum pendidikan yang sedang berlaku. Mengingat pentingnya tujuan penilaian dilakukan, maka seorang guru diharapkan senantiasa melakukan penilaian dengan berbagai model yang variatif, sehingga siswa sebagai sasaran penilaian merasakan manfaat dan kebermaknaan dari semua penilaian tersebut. Berdasarkan hasil penilaian yang komprehensif terhadap tiga aspek terhadap siswa, maka kemajuan belajar siswa dan tingkat efisiensi mengajar guru dapat diketahui. Dengan demikian rancangan pembelajaran yang disusun pada proses pembelajaran berikutnya dapat disempurnakan dengan melihat kekurangan yang terjadi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal istilah penilaian berbasis kelas. Salah satu tujuan perlunya penilaian berbasis kelas yakni memberi umpan balik (feedback)  pada program jangka pendek yang dilakukan oleh siswa dalam proses kegiatan belajar dan oleh guru dalam proses kegiatan mengajar sehingga masih memungkinkan untuk mengadakan perbaikan (Depdiknas, 2003 b: 191). Dalam hal ini, objek penilaian berbasis kelas tidak hanya terfokus pada hasil belajar semata, melainkan juga pada siswa dalam proses belajar dan kinerja guru yang mengajar. Hasil penilaian berbasis kelas memberikan feedback pada siswa maupun guru sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Untuk mendukung penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, maka perlu dikembangkan model evaluasi program pembelajaran yang lebih menyeluruh yang dapat digunakan oleh pimpinan sekolah atau kepala sekolah untuk mengevaluasi program pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan oleh guru. Hasil evaluasi program ini harus dijadikan landasan untuk menerapkan kebijakan berikutnya secara sistemis dan sistematis.
Terdapat beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan untuk menilai produk pembelajaran. Savage & Armstrong, dalam Widyoko (2007) bahwa untuk menilai hasil pembelajaran dapat dilakukan melalui: a). penilaian secara informal meliputi observasi guru, diskusi guru dengan siswa, kliping artikel surat kabar, dan teknik-teknik informasi lainnya; b) penilaian secara formal, meliputi: rating scale, checklist, attitude inventories, tes isian, tes pilihan ganda, dan tes melengkapi. Sedangkan dalam Direktorat Tenaga Kependidikan (Depdiknas, 2003 b: 11) dijelaskan bahwa penilaian dalam mata pelajaran selain penilaian tertulis (pencil and paper test), dapat juga menggunakan model penilaian unjuk kerja (performance assessment), penugasan (project), produk (product), atau portopolio (portfolio).
Penilaian dikatakan efektif jika sesuai memiliki prosedur yang baku dalam implementasinya. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebuah penilaian memiliki ukuran keberhasilan atau efektivitas, yang dikenal dengan istilah kriteria. Suatu model evaluasi dikatakan efektif apabila memiliki kriteria-kriteria efektivitas suatu model. Dalam penilaian, istilah kriteria sering dikenal dengan istilah tolok ukur atau standar. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 14), kriteria merupakan sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur. Kandak & Egen dalam Burden, Byrd (1999) mengatakan bahwa: effective assessment in the real wold of the classroom teacher has three interrelated feature: It must be valid, systematic, and practical. To be valuable while remaining professionally sound, the assessment system must possess all three feature. Efektivitas suatu penilaian harus memenuhi tiga kriteria utama, yakni valid, sistematik, dan praktis. Valid maksudnya suatu model penilaian mampu menilai apa yang akan dinilai. Sistematik maksudnya bahwa pelaksanaan penilaian dilaksanakan secara terencana dan teratur. Praktis manakala model penilaian tersebut mudah diimplementasikan.
Dengan demikian prestasi belajar disini adalah prestasi belajar akedemik  yang dilakukan penilaiannya oleh pemerintah sebagai penilai pendidikan secara eksternal yang berbentuk Ujian Nasional (UN).
METODE PENELITIAN
A.     Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari “Kajian Ketercapaian Standar Nasional Pendidikan Jenjang Pendidikan Menengah”. Metode pengkajian ini menggunakan metode survei dengan pengambilan sampel berdasarkan pada data hasil UN. Instrumen utama yang digunakan adalah kuesioner untuk mengumpulkan data  tingkat ketersediaan sumber daya pendidikan berdasarkan kriteria  8 standar  nasional pendidikan. Mengukur sumbangan dari masing-masing indikator kriteria  8 standar  nasional pendidikan  terhdap prestasi siswa dengan menggunakan indikator perolehan UN. Oleh karena itu unit analisis satuan pendidikan  berdasarkan data UN yang akan dikorelasikan dengan indikator agregat pada tingkat satuan pendidikan.
Berdasarkan pada unit analisis tersebut, maka sampling dipilih secara stratified random sampling berdasarkan nilai ujian nasional pada satuan pendidikan di kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota distratifikasi berdasarkan pada hasil UN yang dibagi dalam kuantil (K1, K2, K3 ,K4, dan K5).
Berdasarkan hasil UN SMA seluruh Indonesia pada tahun 2012, nilai terendah UN adalah K1(≤ 7,05), K2 (7,0501-7,6700), K3 (7,6701- 8,0900), K4 (8,0901-8,3800) dan  K5 (   ≥8,3800).  Sesuai dengan  pemilihan sampel penelitian ada di 23 propinsi dan 45 Kabupaten/Kota sebanyak 210 sekolah sampel.  Penelitian ini dilakukan pada bulan September s.d Oktober 2013. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Data yang dipeoleh dilakukan analisis  untuk melihat ketercapaian standar nasional pendidikan dan perolehan ujian nasional sekolah.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik sekolah
Penelitian ini dilaksanakan di 23 provinsi 45 kabupaten/kota yang jadi sampel penelitian. Sedangkan total sekolah yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak 210 sekolah dengan perincian 157 sekolah negeri, dan 53 sekolah sewasta. Dalam sampel ini menunjukkan bahwa sekitar 67% wilayah provinsi masuk dalam sampel penelitian ini. Dengan kondisi seperti ini representasi responden memadai untuk dalam melihat beberapa fenomena yang dihadapi yang berkenaan dengan  ketercapaian standar nasional pendidikan.
    Karakteristik  sekolah yang terdiri dari sekolah eks RSBI, Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Reguler, maka apabila dikelompokkan dalam 5 kuantil persebaran sampel sebagai berikut; di kuantil 1,  (57%) sekolah-sekolah berstatus reguler, di kuantil 2, (48%) sekolah-sekolah berstatus SSN, kuantil 3, (61%) sekolah-sekolah berstatus SSN, kuantil 4, (41%) sekolah-sekolah berstatus SSN, sedangkan di kuantil 5 sebagian besar (43%) adalah sekolah-sekolah berstatus eks RSBI. Hal ini menunjukkan bahwa, pada kelompok kuantil 5 sebagian besar sekolah berstatus eks RSBI. Artinya bahwa sekolah yang berada pada kuantil 5 dengan capaian UN yang tinggi dapat dikemukakan wajar dapat mencapai prestasi yang tinggi karena di sekolah eks RSBI tersebut sebagian besar telah mencapai 8 standar nasional pendidikan. Dengan demikian bahwa untuk mencapai suatu prestasi di suatu sekolah maka faktor standar nasional pendidikan menjadi suatu keniscayaan harus dipenuhi. Standar nasional pendidikan sebenarnya merupakan standar minimal yang harus dipenuhi sekolah dalam memberikan layanan pendidikan. Namun standar nasional tersebut menjadi  dasar dalam mengembangkan berbagi prestasi bagi warga sekolah mulai dari siswa, guru dan kepala sekolah secara bersama-sama untuk menjadikan sekolah tersebut berprestasi secara mandiri. Dibawah adalah gambar prosentase sekolah dalam kategori kuantil.
1.      Kategori Sekolah per Kuantil
Grafik: 1, Kategori Sekolah per Kuantil

Capaian Standar Nasional Pendidikan

Berdasarkan data sekolah sampel sebanyak 210 sekolah dengan perincian 157 sekolah negeri, dan 53 sekolah sewasta. Apabila di lihat dari hasil akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional,  Sekolah dan  Madrasyah (BAN-SM) dengan kategori A,B,dan C secara total, terlihat dalam gambar di bawah ini  bahwa  standar yang masih rendah adalah Standar Sarpras, Standar Proses, Standar Kompetensi dan Standar PTK.


Garfik 1, Capaian Standar Nasional Pendidikan

Data tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar sekolah dalam wilayah sampel standar sarana prasarana masih belum tercukupi secara maksimal bila dibandingkan dengan standar lainya. Standar  lain yang juga masih rendah adalah standar proses, kopentensi dan PTK. Dari tiga standar yang rendah tersebut yang perlu mendapat perhatian besar dalam peningkatan standar adalah standar PTK. Karena standar PTK menjadi kunci untuk meningkatkan standar lainnya seperti stsndar proses, standar isi dan standar kompetensi. Terkait dengan standar PTK bagi guru yang penting adalah dimilikinnya 4 kompetensi guru yaitu kompetensi profesionalisme, pedagogi, kepribadian dan soaial. Penguasaan 4 kompetensi tersebut memberikan jaminan bagi peningkatan standar isi, proses, kompetensi.

Dari hasil capaian akreditasi sekolah apabila dikategorikan dalam  5 kuantil, maka persebaran  adalah sebagian besar sekolah yang terakreditasi kategori A masuk pada kuantil 5, dan sebaliknya sekolah dengan akreditasi kategori C masuk pada kuantil 1. Artinya bahwa hasil akreditasi A mencerminkan hasil prestasi siswa. Hal ini dapat dimaklumi bahwa sekolah dengan kategori akreditasi A, telah memiliki standar nasional pendidikan bahkan sudah melewati standar minimal sehingga apabila dilihat dari prestasi maka jelas prestasi yang dimiliki diatas rata-rata sekolah lainnya bahkan sudah masuk kategori sekolah unggulan.
Persebaran hasil akreditasi bila dilihat perkuantil seperti dalam Grafik 2 di bawah, maka persebaran perolehan akreditasi dengan kriteria A tersebar antara K1 s.d K5  dengan persebaran sekolah antara 42% s.d 89% sekolah. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi kuantil semakin tinggi pula sekolah dengan perolehan akreditasi dengan kreteria A.
Grafik 2, Distribusi Peringkat Akreditas per Kuantil

 Ketercapaian  UN  sekolah sampel
Perolehan nilai rata-rata UN IPA dan IPS berdasarkan data sekolah sampel secara berturut-turut dari tahun 2011-2013 mengalami penurunan. Hal ini dapat diduga terjadi karena pada saat pelaksanaan UN siswanya berbeda sehingga terjadi perbedaan setiap tahun. Diduga kemungkinan kualitas guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar berbeda sehingga dapat menyebabkan hasil akhir belajar setiap tahun berubah. Hal tersebut apabila semua standar nasional pendidikan dapat dipenuhi maka akan dapat memberikan kontribusi pada  trend kenaikan prestasi belajar siswa. 


Grafik 3. Trend Nilai UN (Berdasarkan data sekolah sampel)




Sumbangan Setiap Standar Nasional Pendidik­an Terhadap Hasil UN

Dalam mengukur sumbangan setiap Standar Pendidikan Nasional terhadap hasil UN, maka penghitungan dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda. Hal ini dipilih karena variable bebas lebih dari satu.  Hasil penghitungan regresi berganda dilakukan melalui pengujian, kooefisien determinan, uji simultan regresi dan uji parsial dengan hasil sebagai berikut;  

1.    Koefisien Determinasi
Berdasarkan perhitungan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.474. Hal ini menunjukkan besarnya keragaman (informasi) di dalam variabel Y (Prestasi Siswa) yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan dari (Pencapaian Standar Nasional Pendidikan).  Artinya bahwa, semakin besar nilai R2, semakin besar kontribusi Pencapaian Standar Nasional Pendidikan terhadap Prestasi Siswa. Koefisien Determinasi dapat dilihat dari Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Sumbangan Setiap Standar Nasional Pendidik­an terhadap hasil  UN
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error Of The Estimate
1
.474a
.225
.183
.75867

Sumbangan 8 standar nasional pendidikan terhadap prestasi belajar (UN) sebesar 22.5%. Hal ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor lain baik internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, lingkungan sekolah, dan lain sebagainya.

2.    Uji Simultan Model Regresi
Uji simultan (keseluruhan; bersama-sama) pada konsep regresi linier adalah pengujian mengenai apakah model regresi yang didapatkan benar-benar dapat diterima. Uji simultan bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara variabel-variabel bebas (Pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan) terhadap variabel terikat Y (UN). Hasil uji simultan dapat dilihat dari Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara bersama-sama
Anovab
Model
Sum Of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
24.913
8
3.114
5.410
.000a
Residual
85.762
149
.576


Total
110.675
157




Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara bersama-sama (simultan) signifikan secara statistik p = 0,000 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa 8 standar nasional pendidikan sangat berpengaruh terhadap capaian nilai UN.

3.    Uji Parsial
Uji parsial digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel bebas (Pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan) benar-benar memberikan kontribusi terhadap variabel terikat (UN). Dalam pengujian ini ingin diketahui apakah jika secara terpisah, suatu Pencapaian tiap Standar Nasional Pendidikan masih memberikan kontribusi secara signifikan terhadap Prestasi Siswa. Hasil uji simultan dapat dilihat dari Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara parsial
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
4.052
.776

5.218
.000
NILAI AKREDITASI STANDAR ISI
-.009
.010
-.102
-.852
.395
NILAI AKREDITASI STANDAR PROSES
.003
.008
.037
.350
.727
NILAI AKREDITASI STDR KOMPETENSI LULUSAN
.012
.010
.166
1.254
.212
NILAI AKREDITASI STANDAR PTK
.018
.009
.228
2.029
.044
NILAI AKREDITASI STANDAR SAR-PRAS
.002
.008
.031
.240
.811
NILAI AKREDITASI STANDAR PENGELOLAAN
.005
.011
.054
.450
.654
NILAI AKREDITASI STANDAR PEMBIAYAAN
.014
.010
.144
1.422
.157
NILAI AKREDITASI STNDR PENILAIAN PDDKAN
-.002
.008
-.017
-.198
.844

Dari ke 8 standar, jika diuji secara parsial (satu persatu), yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap UN hanya standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), p = 0,044 (p < 0,05). Artinya bahwa semua standar memiliki pengaruh terhadap ketercapaian prestasi (UN) namun standar yang memiliki pengaruh secara signifikan adalah standar PTK. Oleh karena itu, Standar PTK  memiliki peran yang strategis dalam peningkatan prestasi siswa. Hal tersebut karena guru yang dikatakan professional adalah guru yang memiliki 4 kompetensi (kompetensi profesionalisme, pedagogie, kepribadian, dan sosial) sehingga dengan kompetensi tersebut guru dapat berkinerja yang lebih baik.  Apabila digambarkan dalam bentuk grafik seperti dalam gambar dibawah ini.


Gambar 1. Kontribusi antara 8 standar dengan hasil UN

Pembahasan
Prestasi akademik peserta didik sebagai hasil penilaian ketercapaian hasil belajar banyak komponen yang mempengaruhinya. Komponen standar yang bengaruh antara lain standar pendidik, standar isi, standar proses dan sarana. Menurut Tilaar (2006:80), menjelaskan mengenai adanya tiga komponen besar yang menentukan standar pendidikan suatu negara yaitu; (1) komponen standar kurikulum atau yang dikenal dengan sebagai standar isi; (2) standarisasi performance (unjuk kerja); dan (3) kesempatan belajar (opportunity to learn-OTL). Dari ketiga komponen tersebut keterkaitan antara standar nasional pendidikan dengan ujian nasional (UN) adalah berkaitan dengan standarisasi performance (unjuk kerja) secara langsung. Ukuran keberhasilan pendidikan merupakan ukuran unjuk kerja, ini harus menjadi sebuah pengakuan oleh setiap insan pendidikan. Ujian nasional bukan hanya sebagai bagian integral dan inheren di dalam mengukur standar nasional pendidikan (SNP) tetapi baik UN dan SNP menjadi instrumen mengukur mutu SDM Indonesia di masa mendatang.
Dalam penelitian ini mengukur pula sumbangan setiap  standar pendidikan nasional terhadap hasil Ujian Nasional secara kuantitatif. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil perhitungan dapat dikemukakan sebagai berikut; berdasarkan perhitungan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.474. Hal ini menunjukkan besarnya keragaman (informasi) di dalam variabel Y (prestasi siswa) yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan dari (pencapaian standar nasional pendidikan).  Artinya bahwa, semakin besar nilai R2, semakin besar kontribusi pencapaian standar nasional pendidikan terhadap prestasi siswa. Sumbangan 8 standar nasional pendidikan terhadap prestasi belajar (UN) sebesar 22.5%. Hal ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor lain baik internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, lingkungan sekolah, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, menjadi peran kepala sekolah dalam meningkatkan faktor eksternal dan internal.  Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu upaya dalam pengendalian mutu pendidikan. Selain sebagai tolok ukur keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran, UN juga menjadi acuan keberhasilan sekolah dalam mengendalikan proses kegiatan pembelajaran dan pendidikan dengan banyak melibatkan komponen dan unsur pendidikan yang terkait di dalamnya.
Instrumen guru bukan satu-satunya yang berperan di dalam menentukan keberhasilan belajar. Namun siswa, lingkungan belajar, materi bahan ajar, metodologi pembelajaran, kelengkapan sarpras, dan iklim sekolah menentukan keberhasilan peserta didik dalam menyerap, pengetahuan, dan keterampilan yang diajarkan guru di sekolah.   Oleh karena itu diperlukan pengendalian mutu belajar agar arah belajar dan tujuannya selalu terfokus pada pencapaian maksimal untuk memenuhi pengembangan potensi bakat dan kapabilitas yang dimiliki secara utuh oleh peserta didik. 
Menurut Burhanuddin Tola dalam Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan (2009: 101) menyebutkan bahwa pengendalian mutu pendidikan pada hakikatnya adalah pengendalian SDM yang dapat diketahui kompetensi pencapaiannya melalui sejumlah standar nasional pendidikan. Suatu lembaga pendidikan/sekolah yang efektif harus memenuhi syarat 8 SNP sebagai acuan penjaminan mutu (quality assurance, QA), pencapaian kedelapan standar tersebut memerlukan persyaratan., validitas, dan realiabilitas yang cukup sebagai intrumen pengendalian mutu (quality control, QC). Perpaduan QA dan QC dalam melaksanakan tugas dan fungsi suatu lembaga pendidikan menghasilkan tingkat mutu lulusan yang optimal dan mampu bersaing secara lokal, regional, nasional dan internasional, sebagai acuan untuk memperbaiki mutu (quality improvement, QI).
             Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara bersama-sama (simultan) signifikan secara statistik p = 0,000 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa 8 standar nasional pendidikan sangat berpengaruh terhadap capaian nilai UN. Dari ke 8 standar, jika diuji secara parsial (satu persatu), yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap UN hanya standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), p = 0,044 (p < 0,05). Oleh karena itu 7 standar yang lain memiliki pengaruh tetapi tidak signifikan terhadap nilai UN.  Ujian Nasional adalah penilaian yang dilakukan pada akhir program pembelajaran di setiap satuan atau jenjang/tingkat SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMK/SMALB, paket A/B/C. hasil penilaian secara nasional harus diinformasikan secara transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap pengelolaan pendidikan kepada masyarakat. Masih menurut Tola (2009:109) UN memiliki fungsi sebagai: (1) alat pengendalian mutu lulusan agar sesuai dengan kualifikasi atau standar kompetensi yang telah ditetapkan; (2) alat untuk akuntabilitas kepada orangtua siswa dan masyarakat mengenai keberhasilan atau kekurangberhasilan program pendidikan serta untuk melaporkan kepada public tentang kemajuan atau kemunduran prestasi akademik para lulusan satuan pendidikan dari tahun ke tahun; (3) bahan pertimbangan dalam seleksi dan penempatan masuk ke perguruan tinggi atau melamar pekerjaan; (4) salah satu bahan pertimbangan untuk memberikan sertifikasi komptensi; dan (5) bahan pembinaan bagi sekolah/madrasah yang pencapaian UNnya masih rendah.
Seperti dikemukakan di atas bahwa rujukan setiap kali penilaian khususnya ujian nasional selalu berimbas kepada efektivitas penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian, maka ujian/penilaian bagi peserta didik dalam segala bentuknya jangn hanya dilihat dari sudut siswa saja. Namun sebaliknya pantulan keberhasilan siswa di dalam pelaksanaan UN harus dijadikan barometer kualitas dan efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada taraf dan kadar tertentu. Kondisi inilah yang menjadi prasyarat bagi terciptanya sekolah yang efektif.  Ronald Edmonds di dalam Syafaruddin (2008:180) menegaskan bahwa gerakan sekolah efektif (effective school movement) ternyata diinspirasi dari pemikiran prestasi pelajar (keberhasilan siswa) yang tidak terlalu bervariasi dari segi status sosioekonomi masing-masing. Sehingga menurutnya karakteristik sekolah efektif harus memenuhi lima ciri yaitu:  1) Kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, 2) Harapan yang tinggi terhadap prestasi pelajar, 3)Menekankan kepada keterampilan dasar, 4)Keteraturan dan atmosfir terkendali, 5)Seringnya penilaian terhadap prestasi pelajar.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka UN memiliki harapan terhadap terciptanya efektivitas sekolah. Jadi fungsi pengendalian mutu itu akan memiliki multiplayer effect terhadap dimensi prestasi siswa, kepemimpinan kepala sekolah, proses pembelajaran, iklim belajar dan lingkungan sekolah yang kesemuanya menunjukkan kedaulatan sekolah sebagai pemangku dan pengembang sikap, ilmu pengetahuan, dan keterampilan yang berguna bagi masa depan siswa dikemudian hari.


SIMPULAN, SARAN
Simpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, ketercapaian standar nasional pendidikan menunjukkan bahwa dari 8 standar yang ada standar yang masih rendah adalah standar sarana-prasaran(86,6), standar proses(87,5) standar kompetensi (87,5) dan standar tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan (87,7). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar di sekolah sampel capian dari 4 standar (standar sarana-prasaran, proses, kompetensi,dan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan) tersebut yang masih  rendah dibandingkan dengan 4 standar lainnya (standar isi, pengelolaan, biaya dan penilaian). 
Kedua, sumbangan 8 standar nasional pendidikan terhadap proses pembelajaran sebesar 22.5%.  Hal ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan proses pembelajaran ditentukan oleh faktor lain baik internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, lingkungan sekolah, dan lain sebagainya. Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara bersama-sama (simultan) signifikan dengan data statistik p=0,000 (p<0 7="" 8="" adalah="" artinya="" bahwa="" berasal="" berpengaruh="" bersama-sama="" capaian="" dalam="" dan="" dari="" demikian="" dierhatikan="" diuji="" hal="" hasil="" ini="" jika="" juga="" ke="" kependidikan="" lain="" memiliki="" mencapai="" meningkatkan="" menunjukkan="" namun="" nasional="" nilai="" p="" pada="" parsial="" pendidik="" pendidikan="" pengaruh="" peran="" perlu="" persatu="" prestasi="" ptk="" sangat="" satu="" secara="" signifikan="" siswa.="" span="" standar="" strategis="" tenaga="" terhadap="" tersebut="" tetapi="" tidak="" un.="" un="" untuk="" yang="">

Saran-saran
Berdasarkan simpulan di atas dapat di sarankan sebagai berikut;
Pertama, Ketercapaian standar masih belum merata ada 4 standar (Standar Sarpras, Standar Proses, Standar Kompetensi dan Standar PTK ) masih rendah dibandinkan dengan standar lainnya. Hal ini perlu ada pemenuhan standar –standar yang masih rendah dengan cara melakukan pemenuhan standar yang diprioritaskan dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu pemenuhan standar PTK, Standar Sarpras dan Standar Pengelolaan.
Dengan meningkatkan pemenuhan standar PTK maka akan dapat mendorong standar lainnya seperti standar isi, standar proses, standar penilaian dan standar kompetensi secara bersamaan. Oleh karena itu, sekolah dan dinas pendidikan harus melakukan pemenuhan kualifikasi pendidikan guru dan kesesuaian latar pendidikan dengan materi ajarnya. Demikian juga perlu meningkatkan 4 kompetensinya guru yaitu kompetensi professional, kompetensi pedagogie, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.  Peningkatan kualifikasi pendidikan guru maka pihak sekolah dapat memberikan dua alternative kepada guru yaitu guru di dorong untuk belajar dengan prakarsa sendiri, atau guru diberikan beasiswa dari sekolah atau dicarikan beasiswa melalui pemerintah atau pihak swasta. Peningkatan kompetensi guru melalui pembinaan 4 kompetensi guru diikutsertakan dalam diklat atau pihak sekolah melakukan program bimbingan sendiri untuk meningkatkan kompetensi dengan menghadirkan pakar untuk memberikan bimbingan dalam peningkatan kompetensi guru.
Pemenuhan standar sarpras melalui penataan kualifikasi standar pengelola laboratorium (laboran), perpustakaan  (pustakawan) dan melengkapi sarana belajar yang masih belum terpenuhi seperti ruang laboratorium maupun perpustakaan sekolah. Standar ini dapat dipenuhi dengan dua alternative  yaitu sekolah mengajukan kekurangan sarana prasarana belajar ke dinas pendidikan maupun bekerjasama dengan pihak swasta dengan cara tidak mengikat untuk pemenuhan ruang laboratorium  maupun pustakawan.
Kedua, Setiap standar mempunyai kontribusi dalam pencapaian prestasi belajar namun besaran kontribusi masih belum maksimal. Untuk meningkatkan kontribusi 8 standar maka yang perlu mendapatkan peningkatan mutu adalah 3 standar  yaitu standar PTK dengan penekanan pada peningkatan profesionalisme guru, pemenuhan Standar Sarana-prasarana dan  peningkatan Standar pengelolaan dengan memperkuat manajmen sekolah yang efektif.  Apabila standar tersebut dapat dicapai maka dengan kemampuan kepala sekolah dalam pengelolaan akan menggerakan potensi-potensi yang masih belum tergali seperti faktor internal dan eksternal yang mempunyai kontribusi dalam menyumbangkan prestasi siswa. Potensi tersebut seperti bakat pada siswa, karakter siswa serta keterlibatan orang tua siswa dalam mengawasi putra dan putrinya. Untuk menggerakkan potensi tersebut kepala sekolah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap organisasi sekolah dengan melihat kekuatan dan kelemahan organisasi sekolah yang dipimpinya, sehingga dapat mendeteksi secara dini apa yang menjadi kelemahan organisasi sekolah selenajutnya untuk dilakukan perbaikan mengembangkan potensi yang ada disekolah.






DAFTAR PUSTAKA 
Burden , Paul R;  Bayrd David; Effective Teaching; Second Edition;  Allyn abd Bacon, Boston 1999
Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Djemari Mardapi. (2003). Desain dan penilaian pembelajaran mahasiswa. Makalah disajikan dalam Lokakarya Sistem Jaminan Mutu Proses Pembelajaran, tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Depdiknas, Undang-undang no 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Depdiknas; Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
E. Mulyasa; (2010). Implementasi Kurikulum tingkat satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Rue. Leslie W;  & Byars, Lloyd L;  (2000); Management, Skill and Aplication; McGraw-Hill; Boston
Stephen P.Robbins ; Coulter, Mary;(2009) Management, Tenth Edition;  Pearson Education ltd. London

Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan: konsep, strategi, dan aplikasi kebijakan organisasi sekolah efektif. (2008) Jakarta: Rineka Cipta,

Suharsimi Arikunto. (2010). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Tilaar, (2006), Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT Rineka Cipta
Tola, Burhanudin.Penjaminan, Pengendalian, dan Perbaikan Mutu Pendidikan.  Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan. No. 4 Tahun ke-2, Agustus 2009
Widoyoko, S.E.P. (2007). Pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran IPS SMP. Yogyakarta: PPS UNY.

United Nations Development Programme, 2013  http://www.mitrainvestor.com/blog/2013/03/18/ human-development-index-Indonesia-mor-121-tingkat-dunia/. “Human Development Index Indonesia Nomor 121 Tingkat Dunia”. Posted on 18 March 2013. Visited: 28 Februari 2014.