Kontribusi Delapan Standar Nasional PendidikanTerhadap
Pencapaian Prestasi Belajar
Contributionsof EightNationalEducation StandardsTowards
Learning Achievement
Sabar Budi Raharjo
Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang
Kemdikbud
Lantai 19,Gedung E Jl Jenderal
Sudirman, Senayan Jakarta
raharjo2sbr@Yahoo.co.id
Abstract
National
education standards is a means to ensure the quality of educational services. In providing educational services,school administrators are trying to
fulfill minimum standards to students in optimizing learning
achievement. The purpose of this study is to determine
the achievement of national education standards and the large contribution of
8(eight) national standards of education to the learning
achievement of high school students. The research method
is a survey. The results show that first, among the achievement of 8 national education standards, the following are still low:educational facilities and infrastructures standards(86.6), process standards (87.5) competency standards(87.5) and education
professional standards (87.7). Second, the
contribution of 8 national education standards towards learning
achievement (National Examination/UN) is 22.5%. This means that77.5% successful learning
achievementis determined by other factors,both internal and external,such as
motivation, interest, parental
back ground, school environment. From
the 8 standards, if tested
one by one, the statistically significantin fluence to the UN
resultis the education professional standards (PTK), p=0.044(p
<0.05).
Keywords: National Education Standards, Learning Achievement
Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap
Pencapaian Prestasi Belajar
Abstrak
Standar
nasional pendidikan merupakan sarana untuk menjamin mutu layanan pendidikan.
Dalam memberikan layanan pendidikan pengelola sekolah berusaha memberikan standar
minimal kepada peserta didik dalam mecapai prestasi belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui ketercapaian standar nasional pendidikan dan besar kontribusi 8
(delapan) standar nasional pendidikan terhadap pencapaian prestasi belajar
siswa SMA. Metode penelitian adalah survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertama, ketercapaian standar nasional pendidikan menunjukkan bahwa dari 8
standar yang ada standar yang masih rendah adalah standar
sarana-prasaran(86,6), standar proses(87,5) standar kompetensi (87,5) dan
standar tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan (87,7). Kedua, sumbangan 8
standar nasional pendidikan terhadap prestasi belajar (UN) sebesar 22.5%. Hal
ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor
lain baik internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang
orang tua, lingkungan sekolah. Dari ke 8 standar, jika diuji secara parsial
(satu persatu), yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap UN adalah
standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), p = 0,044 (p < 0,05).
Kata
kunci: Standar Nasional pendidikan, Prestasi Belajar
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan investasi masa depan bagi seseorang atau
suatu bangsa yang akan meraih suatu kehidupan yang lebih sejahtera. Dengan
pendidikan yang lebih baik maka suatu bangsa akan menuju suatu perubahan
tatanan kehidupan yang rapi dan tertib untuk mencapai peradaban modern. Oleh
karena itu, diperlukan pendidikan yang berkualitas atau bermutu. Artinya bahwa
dalam menyelenggarakan pendidikan diperlukan suatu proses pendidikan yang
bermutu.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan beberapa komponen
penyelenggaraan yang berkualitas mulai dari peraturan penyelenggaraan,
sumberdaya pendidikan dan tenaga pendidikan, kurikulum, sarana-prasarana serta
system penilaian yang berkualitas. Dalam mencapai sumberdaya yang berkualitas
menjadi tanggungjawab dari pemerintah bersama-sama masyarakat untuk
mewujudkannya.
Dalam
undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada pasal 3
dinyatakan bahwa, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan
merupakan suatu proses yang bertujuan. Dalam konteks pendidikan nasional
diperlukan standar yang dicapai dalam kurun waktu tertentu di dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan. Langkah-langkah strategis dapat dicapai melalui
berbagai kegiatan di dalam proses pendidikan. Apabila tidak ada patokan atau yardstick
yang dijadikan pedoman sudah barang tentu pendidikan akan kacau karena tidak
punya arah. Pertanyaan mengenai perlunya standar pendidikan nasional adalah; a) Standar pendidikan nasional merupakan tuntutan politik, b) Standar pendidikan nasional merupakan tuntutan globalisasi, c) Standar pendidikan
nasional merupakan tuntutan dari kemajuan (progress) ( H.A.R Tilaar, 2006 ; 75-76) Lebih lanjut
dikemukakan bahwa fungsi standar nasional pendidikan adalah; a) mengukur
kualitas pendidikan, b) pemetaan masalah pendidikan, c) penyusunan strategi dan
rencana pengembangan sesudah diperoleh
data-data dari evaluasi belajar secara
nasional seperti UN
Terkait dengan
Standar Nasional Pendidikan, Mendikbud dalam Oke zone.com (1 Maret 2013) menyatakan bahwa Perbaikan
standar pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan melalui program sertifikasi,
pendidikan lanjutan guru, dan sebagainya. Rehabilitasi gedung-gedung sekolah
merupakan upaya perbaikan dalam standar sarana dan prasarana. Sementara itu,
dari standar isi, kompetensi dan penilaian, perbaikan dilakukan melalui
penerapan kurikulum baru. Delapan standar pendidikan merupakan fondasi dalam
membangun pendidikan Indonesia. Artinya bahwa standar nasional pendidikan saat
ini masih banyak perlu perbaikan.
Dengan
kualitas pendidikan yang dihasilkan maka diharapkan kualitas manusia bangsa Indonesia
meningkat. Kualitas manusia Indonesia dapat diukur berdasarkan Human Development Index atau Indek Pembangunan
Manusia (IPM). Human Development Index Indonesia dan
beberapa Negara tetangga yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) bahwa posisi Indonesia data
terbaru tahun 2013 Indonesia masih pada peringkat 121 dari 185 negara di bawah
Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina.
Kebijakan yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam mengelola pendidikan adalah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 4 dalam PP
tersebut menyatakan bahwa standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk
menjamin mutu pelayanan pendidikan. Standar pendidikan meliputi standar isi, proses,
ketenagaan, sarana dan prasarana, pengelolaan, evaluasi, pembiayaan dan
kompetensi lulusan. Dengan adanya
standar nasional tersebut, maka arah peningkatan mutu pendidikan Indonesia
menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah dapat mencapai atau
melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan akan tercapai..
Seperti telah dikemukakan bahwa,
pengelolaan sekolah di Indonesia diarahkan untuk mencapai standar minimal,
seperti yang tertera dalam standar
nasional pendidikan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini dilakukan kajian tentang kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan terhadap ketercapaian
prestasi belajar siswa pada sekolah jenjang menengah (SMA). Oleh karena itu, penelitian
ini rumusan masalah adalah seberapa besar ketercapaian standar nasional
pendidikan dan berapa besar kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan
terhadap pencapaian prestasi belajar siswa SMA? Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui besar ketercapaian standar
nasional pendidikan dan kontribusi 8 (delapan) standar nasional pendidikan
terhadap pencapaian prestasi belajar siswa SMA.
KAJIAN PUSTAKA
Ketercapaian
Standar Nasional Pendidikan
Dalam
manajemen, kriteria ketercapaian tujuan adalah efektif dan efisien. Dalam hal
efektivitas dan efisiensi ini F. Drucker dalam
Rue &Byars (2000) menyatakan : Effectiveness is the foundation of success;
efficiency, is concerned with doing things right. Effectiveness is doing the
right things. Efektivitas merupakan landasan untuk mencapai sukses,
sehingga hanya tujuan dan pekerjaan yang benar (doright things) yang dikerjakan. Dengan kata lain, efektivitas
adalah mengerjakan pekerjaan yang benar. Sedangkan efisiensi berkenaan dengan
bagaimana cara mengerjakan yang benar (do
things right). Bila dalam organisasi melakukan pekerjaan yang benar (sesuai
rencana) dikerjakan, maka akan muncul efektivitas, dan bila cara yang digunakan
untuk mengerjakan pekerjaan yang benar itu tepat maka akan menghasilkan
efisiensi.
Selanjutnya
Fremont E Kas mengemukakan bahwa “Effectiveness
is concerned with the accomplisment of explicit or implicit goals.
Selanjutnya Stephen P. Robbins, Mary Coulter,(2009), menyatakan bahwa, “effectively
is often describe as doing the right things” that is, doing those work
activities that will help the
organization reach its goal” sedangkan “Efficiency
: refer to getting the most output from the least amount of inputs” Its often doing things right. Jadi
efektivitas lebih menekankan pada pencapaian tujuan baik secara eksplisit
maupun implicit. Efektifitas juga sering diartikan sebagai mengerjakan
pekerjaan yang benar, yaitu mengerjakan pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi. Sedangkan efisiensi lebih menekankan pada upaya mencapai
output/hasil yang maksimal dengan input yang minimal. Untuk mencapai hasil
maksimal dengan input yang minimal, maka harus terjadi doing things right, mengerjakan pekerjaan dengan cara yang benar.
Hal
tersebut apabila dikaitkan dengan ketercapaian 8 standar nasional pendidikan, maka sekolah harus dapat
menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam memenuhi standar yang dipersyaratkan
sesuai standar nasional pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005, dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar nasional
pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan
pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan
pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga
dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan
akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Standar
Nasional Pendidikan meliputi delapan standar yaitu, standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan
standar penilaian.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa ketercapaian
standar pendidikan nasional yang dimaksud adalah tercapainya delapan standar
pendidikan nasional pada jenjang pendidikan menengah
Pencapaian Prestasi Akademik
Dalam kegiatan belajar mengajar prestasi akademik merupakan cermin dari
upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Prestasi akademik yang dihasilkan suatu sekolah tentunya melibatkan beberapa
komponen yaitu guru, kepala sekolah dan sarana-prasarana sekolah yang menunjang
dalam kegiatan belajar mengajar. Prestasi akademik merupakan hasil penilaian
yang dilakukan oleh guru sebagai umpan balik dari hasil proses belajar mengajar.
Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru
dilakukan secara berkesinambungan untuk memahami proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan untuk semua
mata pelajaran. Sedangkan penilaian belajar oleh pemerintah bertujuan untuk
penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (Mulyasa,
2010: 43).
Selanjutnya, dikemukakan ujian
nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel, serta diadakan
sebanyak-banyaknya satu kali, dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun
pelajaran. Hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan
untuk: 1) pemetaan mutu program dan satuan pendidikan; 2) dasar seleksi masuk jenjang
pendidikan berikutnya; 3) penentuan kelulusan peserta didik; 4) pembinaan dan
pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan. Setiap peserta didik wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa
dipungut biaya, dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah setelah: 1) menyelesaikan seluruh program
pembelajaran; 2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk
seluruh kelompok mata pelajaran. Lulus
ujian sekolah atau madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta lulus atau ujian nasional. Kelulusan peserta didik ditetapkan
oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri.
Secara
umum, penilaian merupakan proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui
pencapaian belajar peserta didik (Mardapi, 2005: 75). Dengan demikian penilaian
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan. Penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk menentukan
tingkat ketercapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dalam kurikulum atau perangkat perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya.
Suharsimi Arikunto (2010: 9-11) mengemukakan
bahwa penilaian dilakukan bertujuan: 1) merangsang aktivitas siswa; 2)
menemukan penyebab kemajuan atau kegagalan siswa, guru, maupun proses
pembelajaran itu sendiri; 3) memberi bimbingan yang sesuai kepada setiap siswa;
4) memberi laporan tentang kemajuan atau perkembangan siswa kepada orangtua dan
lembaga pendidikan terkait; dan 5)
sebagai feedback program atau kurikulum pendidikan yang sedang berlaku.
Mengingat pentingnya tujuan penilaian dilakukan, maka seorang guru diharapkan
senantiasa melakukan penilaian dengan berbagai model yang variatif, sehingga
siswa sebagai sasaran penilaian merasakan manfaat dan kebermaknaan dari semua
penilaian tersebut. Berdasarkan hasil penilaian yang komprehensif terhadap tiga
aspek terhadap siswa, maka kemajuan belajar siswa dan tingkat efisiensi
mengajar guru dapat diketahui. Dengan demikian rancangan pembelajaran yang
disusun pada proses pembelajaran berikutnya dapat disempurnakan dengan melihat
kekurangan yang terjadi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal istilah
penilaian berbasis kelas. Salah satu tujuan perlunya penilaian berbasis kelas
yakni memberi umpan balik (feedback) pada program jangka pendek yang dilakukan oleh
siswa dalam proses kegiatan belajar dan oleh guru dalam proses kegiatan
mengajar sehingga masih memungkinkan untuk mengadakan perbaikan (Depdiknas,
2003 b: 191). Dalam hal ini, objek penilaian berbasis kelas tidak hanya
terfokus pada hasil belajar semata, melainkan juga pada siswa dalam proses
belajar dan kinerja guru yang mengajar. Hasil penilaian berbasis kelas
memberikan feedback pada siswa maupun
guru sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran selanjutnya.
Untuk mendukung penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang
berbasis kompetensi, maka perlu dikembangkan model evaluasi program pembelajaran yang lebih
menyeluruh yang dapat digunakan oleh pimpinan sekolah atau kepala sekolah untuk
mengevaluasi program pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan oleh
guru. Hasil evaluasi program ini harus dijadikan landasan untuk menerapkan
kebijakan berikutnya secara sistemis dan sistematis.
Terdapat beberapa sumber yang dapat dijadikan
acuan untuk menilai produk
pembelajaran. Savage & Armstrong, dalam Widyoko (2007) bahwa untuk menilai
hasil pembelajaran dapat dilakukan melalui: a). penilaian secara informal
meliputi observasi guru, diskusi guru dengan siswa, kliping artikel surat
kabar, dan teknik-teknik informasi lainnya; b) penilaian secara formal,
meliputi: rating scale, checklist,
attitude inventories, tes isian, tes pilihan ganda, dan tes melengkapi.
Sedangkan dalam Direktorat Tenaga Kependidikan (Depdiknas, 2003 b: 11)
dijelaskan bahwa penilaian dalam mata pelajaran selain penilaian tertulis (pencil
and paper test), dapat juga menggunakan model penilaian unjuk kerja (performance
assessment), penugasan (project), produk (product), atau
portopolio (portfolio).
Penilaian dikatakan efektif jika sesuai
memiliki prosedur yang baku dalam implementasinya. Penilaian pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: penilaian hasil belajar
oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian
hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing
perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebuah
penilaian memiliki ukuran keberhasilan atau efektivitas, yang dikenal dengan
istilah kriteria. Suatu model evaluasi dikatakan efektif apabila memiliki
kriteria-kriteria efektivitas suatu model. Dalam penilaian, istilah kriteria
sering dikenal dengan istilah tolok ukur atau standar. Menurut Suharsimi
Arikunto (2010: 14), kriteria merupakan sesuatu yang digunakan sebagai patokan
atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur. Kandak & Egen dalam Burden, Byrd (1999) mengatakan bahwa: effective assessment in the real
wold of the classroom teacher has three interrelated feature: It must be valid,
systematic, and practical. To be valuable while remaining professionally sound,
the assessment system must possess all three feature. Efektivitas suatu penilaian
harus memenuhi tiga kriteria utama, yakni valid, sistematik, dan praktis. Valid maksudnya suatu model penilaian
mampu menilai apa yang akan dinilai. Sistematik
maksudnya bahwa pelaksanaan penilaian dilaksanakan secara terencana dan
teratur. Praktis manakala model
penilaian tersebut mudah diimplementasikan.
Dengan demikian prestasi
belajar disini adalah prestasi belajar akedemik yang dilakukan penilaiannya oleh pemerintah sebagai
penilai pendidikan secara eksternal yang berbentuk Ujian Nasional (UN).
METODE PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan bagian dari “Kajian Ketercapaian Standar Nasional Pendidikan
Jenjang Pendidikan Menengah”. Metode pengkajian ini menggunakan metode survei dengan
pengambilan sampel berdasarkan pada data hasil UN. Instrumen
utama yang digunakan adalah kuesioner untuk mengumpulkan data tingkat ketersediaan sumber daya pendidikan
berdasarkan kriteria 8 standar nasional pendidikan. Mengukur sumbangan dari
masing-masing indikator kriteria 8
standar nasional pendidikan terhdap prestasi siswa dengan menggunakan
indikator perolehan UN. Oleh karena itu unit analisis satuan pendidikan berdasarkan data UN yang akan dikorelasikan
dengan indikator agregat pada tingkat satuan pendidikan.
Berdasarkan
pada unit analisis tersebut, maka sampling dipilih secara stratified random
sampling berdasarkan nilai ujian nasional pada satuan pendidikan di
kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota distratifikasi berdasarkan pada hasil UN
yang dibagi dalam kuantil (K1, K2, K3 ,K4, dan K5).
Berdasarkan
hasil UN SMA seluruh Indonesia pada tahun 2012, nilai terendah UN adalah K1(≤ 7,05), K2 (7,0501-7,6700), K3 (7,6701- 8,0900),
K4 (8,0901-8,3800) dan K5 ( ≥8,3800). Sesuai dengan pemilihan sampel penelitian ada
di 23 propinsi dan 45 Kabupaten/Kota sebanyak
210 sekolah sampel. Penelitian ini dilakukan pada bulan
September s.d Oktober 2013. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Data
yang dipeoleh dilakukan analisis untuk
melihat ketercapaian standar nasional pendidikan dan perolehan ujian nasional
sekolah.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Karakteristik
sekolah
Penelitian ini dilaksanakan di 23 provinsi 45 kabupaten/kota yang jadi sampel penelitian.
Sedangkan total sekolah yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak 210 sekolah
dengan perincian 157 sekolah negeri, dan 53 sekolah sewasta.
Dalam sampel ini menunjukkan bahwa sekitar 67% wilayah provinsi masuk dalam
sampel penelitian ini. Dengan kondisi seperti ini representasi responden
memadai untuk dalam melihat beberapa fenomena yang dihadapi yang berkenaan
dengan ketercapaian standar nasional
pendidikan.
Karakteristik sekolah yang terdiri dari sekolah eks RSBI,
Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Reguler, maka apabila dikelompokkan dalam 5
kuantil persebaran sampel sebagai berikut; di kuantil 1, (57%) sekolah-sekolah berstatus reguler, di kuantil 2, (48%)
sekolah-sekolah berstatus SSN, kuantil 3, (61%) sekolah-sekolah berstatus SSN, kuantil 4, (41%) sekolah-sekolah berstatus SSN, sedangkan di kuantil 5 sebagian besar (43%) adalah sekolah-sekolah berstatus eks RSBI. Hal ini menunjukkan bahwa, pada
kelompok kuantil 5 sebagian besar sekolah berstatus eks RSBI. Artinya bahwa
sekolah yang berada pada kuantil 5 dengan capaian UN yang tinggi dapat
dikemukakan wajar dapat mencapai prestasi yang tinggi karena di sekolah eks
RSBI tersebut sebagian besar telah mencapai 8 standar nasional pendidikan.
Dengan demikian bahwa untuk mencapai suatu prestasi di suatu sekolah maka
faktor standar nasional pendidikan menjadi suatu keniscayaan harus dipenuhi.
Standar nasional pendidikan sebenarnya merupakan standar minimal yang harus
dipenuhi sekolah dalam memberikan layanan pendidikan. Namun standar nasional
tersebut menjadi dasar dalam
mengembangkan berbagi prestasi bagi warga sekolah mulai dari siswa, guru dan
kepala sekolah secara bersama-sama untuk menjadikan sekolah tersebut
berprestasi secara mandiri. Dibawah adalah gambar prosentase sekolah dalam
kategori kuantil.
1. Kategori Sekolah per Kuantil
Grafik: 1, Kategori Sekolah
per Kuantil
Capaian
Standar Nasional Pendidikan
Berdasarkan data sekolah sampel sebanyak 210 sekolah dengan perincian 157 sekolah
negeri, dan 53 sekolah sewasta. Apabila di lihat dari hasil akreditasi
yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional,
Sekolah dan Madrasyah (BAN-SM)
dengan kategori A,B,dan C secara total, terlihat dalam gambar di bawah ini bahwa
standar yang masih rendah adalah Standar Sarpras, Standar Proses,
Standar Kompetensi dan Standar PTK.
Garfik 1, Capaian
Standar Nasional Pendidikan
Data tersebut
menggambarkan bahwa sebagian besar sekolah dalam wilayah sampel standar sarana
prasarana masih belum tercukupi secara maksimal bila dibandingkan dengan
standar lainya. Standar lain yang juga
masih rendah adalah standar proses, kopentensi dan PTK. Dari tiga standar yang
rendah tersebut yang perlu mendapat perhatian besar dalam peningkatan standar
adalah standar PTK. Karena standar PTK menjadi kunci untuk meningkatkan standar
lainnya seperti stsndar proses, standar isi dan standar kompetensi. Terkait
dengan standar PTK bagi guru yang penting adalah dimilikinnya 4 kompetensi guru
yaitu kompetensi profesionalisme, pedagogi, kepribadian dan soaial. Penguasaan
4 kompetensi tersebut memberikan jaminan bagi peningkatan standar isi, proses, kompetensi.
Dari hasil capaian
akreditasi sekolah apabila dikategorikan dalam
5 kuantil, maka persebaran adalah
sebagian besar sekolah yang terakreditasi kategori A masuk pada kuantil 5, dan
sebaliknya sekolah dengan akreditasi kategori C masuk pada kuantil 1. Artinya
bahwa hasil akreditasi A mencerminkan hasil prestasi siswa. Hal ini dapat
dimaklumi bahwa sekolah dengan kategori akreditasi A, telah memiliki standar
nasional pendidikan bahkan sudah melewati standar minimal sehingga apabila
dilihat dari prestasi maka jelas prestasi yang dimiliki diatas rata-rata
sekolah lainnya bahkan sudah masuk kategori sekolah unggulan.
Persebaran
hasil akreditasi bila dilihat perkuantil seperti dalam Grafik 2 di bawah, maka
persebaran perolehan akreditasi dengan kriteria A tersebar antara K1 s.d
K5 dengan persebaran sekolah antara 42%
s.d 89% sekolah. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi kuantil semakin tinggi
pula sekolah dengan perolehan akreditasi dengan kreteria A.
Grafik 2, Distribusi
Peringkat Akreditas per Kuantil
Ketercapaian UN
sekolah sampel
Perolehan nilai rata-rata UN IPA dan IPS
berdasarkan data sekolah sampel secara berturut-turut dari tahun 2011-2013
mengalami penurunan. Hal ini dapat diduga terjadi karena pada saat pelaksanaan
UN siswanya berbeda sehingga terjadi perbedaan setiap tahun. Diduga kemungkinan
kualitas guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar berbeda sehingga dapat
menyebabkan hasil akhir belajar setiap tahun berubah. Hal tersebut apabila
semua standar nasional pendidikan dapat dipenuhi maka akan dapat memberikan
kontribusi pada trend kenaikan prestasi
belajar siswa.
Grafik 3. Trend Nilai
UN (Berdasarkan data sekolah sampel)
Sumbangan
Setiap Standar Nasional Pendidikan Terhadap Hasil UN
Dalam mengukur sumbangan setiap Standar
Pendidikan Nasional terhadap hasil UN, maka penghitungan dilakukan dengan
menggunakan regresi linier berganda. Hal ini dipilih karena variable bebas
lebih dari satu. Hasil penghitungan
regresi berganda dilakukan melalui pengujian,
kooefisien determinan, uji simultan regresi dan uji parsial dengan hasil
sebagai berikut;
1. Koefisien Determinasi
Berdasarkan perhitungan diperoleh koefisien determinasi
(R2) sebesar 0.474. Hal ini menunjukkan besarnya keragaman
(informasi) di dalam variabel Y (Prestasi Siswa) yang dapat diberikan oleh
model regresi yang didapatkan dari (Pencapaian Standar Nasional Pendidikan). Artinya bahwa, semakin besar nilai R2,
semakin besar kontribusi Pencapaian Standar Nasional Pendidikan terhadap
Prestasi Siswa. Koefisien Determinasi dapat dilihat dari Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Sumbangan
Setiap Standar Nasional Pendidikan terhadap hasil UN
Model
Summary
|
||||
Model
|
R
|
R
Square
|
Adjusted
R Square
|
Std.
Error Of The Estimate
|
1
|
.474a
|
.225
|
.183
|
.75867
|
|
Sumbangan
8 standar nasional pendidikan terhadap prestasi belajar (UN) sebesar 22.5%. Hal
ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor
lain baik internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang
orang tua, lingkungan sekolah, dan lain sebagainya.
2. Uji Simultan Model Regresi
Uji simultan (keseluruhan; bersama-sama) pada konsep
regresi linier adalah pengujian mengenai apakah model regresi yang didapatkan
benar-benar dapat diterima. Uji simultan bertujuan untuk menguji apakah
terdapat pengaruh antara variabel-variabel bebas (Pencapaian 8 Standar Nasional
Pendidikan) terhadap variabel terikat Y (UN). Hasil uji simultan dapat dilihat
dari Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Pengaruh ke-8
standar terhadap UN secara bersama-sama
Anovab
|
||||||
Model
|
Sum Of Squares
|
Df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
24.913
|
8
|
3.114
|
5.410
|
.000a
|
Residual
|
85.762
|
149
|
.576
|
|
|
|
Total
|
110.675
|
157
|
|
|
|
|
|
Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara
bersama-sama (simultan) signifikan secara statistik p = 0,000 (p < 0,05).
Ini menunjukkan bahwa 8 standar nasional pendidikan sangat berpengaruh terhadap
capaian nilai UN.
3. Uji Parsial
Uji parsial digunakan untuk menguji apakah sebuah
variabel bebas (Pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan) benar-benar
memberikan kontribusi terhadap variabel terikat (UN). Dalam pengujian ini ingin
diketahui apakah jika secara terpisah, suatu Pencapaian tiap Standar Nasional
Pendidikan masih memberikan kontribusi secara signifikan terhadap Prestasi
Siswa. Hasil uji simultan dapat dilihat dari Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3
Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara parsial
Coefficientsa
|
||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
T
|
Sig.
|
||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
||||
1
|
(Constant)
|
4.052
|
.776
|
|
5.218
|
.000
|
NILAI AKREDITASI STANDAR ISI
|
-.009
|
.010
|
-.102
|
-.852
|
.395
|
|
NILAI AKREDITASI STANDAR PROSES
|
.003
|
.008
|
.037
|
.350
|
.727
|
|
NILAI AKREDITASI STDR KOMPETENSI LULUSAN
|
.012
|
.010
|
.166
|
1.254
|
.212
|
|
NILAI AKREDITASI STANDAR PTK
|
.018
|
.009
|
.228
|
2.029
|
.044
|
|
NILAI AKREDITASI STANDAR SAR-PRAS
|
.002
|
.008
|
.031
|
.240
|
.811
|
|
NILAI AKREDITASI STANDAR PENGELOLAAN
|
.005
|
.011
|
.054
|
.450
|
.654
|
|
NILAI AKREDITASI STANDAR PEMBIAYAAN
|
.014
|
.010
|
.144
|
1.422
|
.157
|
|
NILAI AKREDITASI STNDR PENILAIAN PDDKAN
|
-.002
|
.008
|
-.017
|
-.198
|
.844
|
|
|
Dari ke 8 standar, jika diuji secara parsial
(satu persatu), yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap UN hanya standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK), p = 0,044 (p < 0,05). Artinya bahwa semua standar memiliki pengaruh terhadap ketercapaian
prestasi (UN) namun standar yang memiliki pengaruh secara signifikan adalah
standar PTK. Oleh karena itu, Standar PTK
memiliki peran yang strategis dalam peningkatan prestasi siswa. Hal
tersebut karena guru yang dikatakan professional adalah guru yang memiliki 4 kompetensi
(kompetensi profesionalisme, pedagogie, kepribadian, dan sosial) sehingga
dengan kompetensi tersebut guru dapat berkinerja yang lebih baik. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik
seperti dalam gambar dibawah ini.
Gambar 1. Kontribusi antara 8 standar dengan
hasil UN
Pembahasan
Prestasi akademik peserta didik sebagai hasil
penilaian ketercapaian hasil belajar banyak komponen yang mempengaruhinya.
Komponen standar yang bengaruh antara lain standar pendidik, standar isi,
standar proses dan sarana. Menurut Tilaar (2006:80), menjelaskan mengenai
adanya tiga komponen besar yang menentukan standar pendidikan suatu negara
yaitu; (1) komponen standar kurikulum atau yang dikenal dengan sebagai standar
isi; (2) standarisasi performance (unjuk kerja); dan (3) kesempatan belajar (opportunity to learn-OTL). Dari ketiga
komponen tersebut keterkaitan antara standar nasional pendidikan dengan ujian
nasional (UN) adalah berkaitan dengan standarisasi performance (unjuk kerja) secara langsung. Ukuran keberhasilan
pendidikan merupakan ukuran unjuk kerja, ini harus menjadi sebuah pengakuan
oleh setiap insan pendidikan. Ujian nasional bukan hanya sebagai bagian
integral dan inheren di dalam mengukur standar nasional pendidikan (SNP) tetapi
baik UN dan SNP menjadi instrumen mengukur mutu SDM Indonesia di masa
mendatang.
Dalam penelitian ini mengukur pula sumbangan
setiap standar pendidikan nasional
terhadap hasil Ujian Nasional secara kuantitatif. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan regresi linier berganda. Hasil perhitungan dapat dikemukakan
sebagai berikut; berdasarkan perhitungan
diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.474. Hal ini
menunjukkan besarnya keragaman (informasi) di dalam variabel Y (prestasi siswa)
yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan dari (pencapaian standar
nasional pendidikan). Artinya bahwa,
semakin besar nilai R2, semakin besar kontribusi pencapaian standar nasional
pendidikan terhadap prestasi siswa. Sumbangan 8 standar nasional
pendidikan terhadap prestasi belajar (UN) sebesar 22.5%. Hal ini berarti bahwa
77.5% keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor lain baik internal
maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, lingkungan
sekolah, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, menjadi peran kepala sekolah
dalam meningkatkan faktor eksternal dan internal. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu upaya
dalam pengendalian mutu pendidikan. Selain sebagai tolok ukur keberhasilan
peserta didik dalam pembelajaran, UN juga menjadi acuan keberhasilan sekolah
dalam mengendalikan proses kegiatan pembelajaran dan pendidikan dengan banyak
melibatkan komponen dan unsur pendidikan yang terkait di dalamnya.
Instrumen guru bukan satu-satunya yang
berperan di dalam menentukan keberhasilan belajar. Namun siswa, lingkungan
belajar, materi bahan ajar, metodologi pembelajaran, kelengkapan sarpras, dan
iklim sekolah menentukan keberhasilan peserta didik dalam menyerap,
pengetahuan, dan keterampilan yang diajarkan guru di sekolah. Oleh karena itu diperlukan pengendalian mutu
belajar agar arah belajar dan tujuannya selalu terfokus pada pencapaian
maksimal untuk memenuhi pengembangan potensi bakat dan kapabilitas yang
dimiliki secara utuh oleh peserta didik.
Menurut Burhanuddin Tola dalam Jurnal
Penelitian Kebijakan Pendidikan (2009: 101) menyebutkan bahwa pengendalian mutu
pendidikan pada hakikatnya adalah pengendalian SDM yang dapat diketahui
kompetensi pencapaiannya melalui sejumlah standar nasional pendidikan. Suatu
lembaga pendidikan/sekolah yang efektif harus memenuhi syarat 8 SNP sebagai
acuan penjaminan mutu (quality assurance,
QA), pencapaian kedelapan standar
tersebut memerlukan persyaratan., validitas, dan realiabilitas yang cukup
sebagai intrumen pengendalian mutu (quality
control, QC). Perpaduan QA dan QC dalam melaksanakan tugas dan fungsi suatu lembaga pendidikan
menghasilkan tingkat mutu lulusan yang optimal dan mampu bersaing secara lokal,
regional, nasional dan internasional, sebagai acuan untuk memperbaiki mutu (quality improvement, QI).
Pengaruh ke-8 standar terhadap UN
secara bersama-sama (simultan)
signifikan secara statistik p = 0,000 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa 8
standar nasional pendidikan sangat berpengaruh terhadap capaian nilai UN.
Dari ke 8 standar, jika diuji secara parsial (satu persatu), yang pengaruhnya
signifikan secara statistik terhadap UN hanya standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK), p = 0,044 (p < 0,05). Oleh karena itu 7 standar yang
lain memiliki pengaruh tetapi tidak signifikan terhadap nilai UN. Ujian Nasional adalah penilaian yang
dilakukan pada akhir program pembelajaran di setiap satuan atau jenjang/tingkat
SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMK/SMALB, paket A/B/C. hasil penilaian secara
nasional harus diinformasikan secara transparan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah terhadap pengelolaan pendidikan kepada
masyarakat. Masih menurut Tola (2009:109) UN memiliki fungsi sebagai: (1) alat
pengendalian mutu lulusan agar sesuai dengan kualifikasi atau standar
kompetensi yang telah ditetapkan; (2) alat untuk akuntabilitas kepada orangtua
siswa dan masyarakat mengenai keberhasilan atau kekurangberhasilan program
pendidikan serta untuk melaporkan kepada public tentang kemajuan atau
kemunduran prestasi akademik para lulusan satuan pendidikan dari tahun ke
tahun; (3) bahan pertimbangan dalam seleksi dan penempatan masuk ke perguruan
tinggi atau melamar pekerjaan; (4) salah satu bahan pertimbangan untuk
memberikan sertifikasi komptensi; dan (5) bahan pembinaan bagi sekolah/madrasah
yang pencapaian UNnya masih rendah.
Seperti
dikemukakan di atas bahwa rujukan setiap kali penilaian khususnya ujian
nasional selalu berimbas kepada efektivitas penyelenggaraan sekolah. Dengan
demikian, maka ujian/penilaian bagi peserta didik dalam segala bentuknya jangn
hanya dilihat dari sudut siswa saja. Namun sebaliknya pantulan keberhasilan
siswa di dalam pelaksanaan UN harus dijadikan barometer kualitas dan
efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada taraf dan kadar
tertentu. Kondisi inilah yang menjadi prasyarat bagi terciptanya sekolah yang
efektif. Ronald Edmonds di dalam
Syafaruddin (2008:180) menegaskan bahwa gerakan sekolah efektif (effective school movement) ternyata
diinspirasi dari pemikiran prestasi pelajar (keberhasilan siswa) yang tidak
terlalu bervariasi dari segi status sosioekonomi masing-masing. Sehingga
menurutnya karakteristik sekolah efektif harus memenuhi lima ciri yaitu: 1) Kepala
sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, 2) Harapan
yang tinggi terhadap prestasi pelajar, 3)Menekankan
kepada keterampilan dasar, 4)Keteraturan
dan atmosfir terkendali, 5)Seringnya
penilaian terhadap prestasi pelajar.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka UN
memiliki harapan terhadap terciptanya efektivitas sekolah. Jadi fungsi
pengendalian mutu itu akan memiliki multiplayer
effect terhadap dimensi prestasi siswa, kepemimpinan kepala sekolah, proses
pembelajaran, iklim belajar dan lingkungan sekolah yang kesemuanya menunjukkan
kedaulatan sekolah sebagai pemangku dan pengembang sikap, ilmu pengetahuan, dan
keterampilan yang berguna bagi masa depan siswa dikemudian hari.
SIMPULAN,
SARAN
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama,
ketercapaian standar nasional pendidikan menunjukkan bahwa dari 8 standar yang
ada standar yang masih rendah adalah standar sarana-prasaran(86,6), standar
proses(87,5) standar kompetensi (87,5) dan standar tenaga pendidikan dan tenaga
kependidikan (87,7). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar di sekolah sampel
capian dari 4 standar (standar sarana-prasaran, proses, kompetensi,dan tenaga
pendidikan dan tenaga kependidikan) tersebut yang masih rendah dibandingkan dengan 4 standar lainnya
(standar isi, pengelolaan, biaya dan penilaian).
Kedua, sumbangan 8 standar
nasional pendidikan terhadap proses pembelajaran sebesar 22.5%. Hal ini berarti bahwa 77.5% keberhasilan
proses pembelajaran ditentukan oleh faktor lain baik internal maupun eksternal
seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, lingkungan sekolah, dan lain
sebagainya. Pengaruh ke-8 standar terhadap UN secara bersama-sama (simultan) signifikan dengan data
statistik p=0,000 (p<0 7="" 8="" adalah="" artinya="" bahwa="" berasal="" berpengaruh="" bersama-sama="" capaian="" dalam="" dan="" dari="" demikian="" dierhatikan="" diuji="" hal="" hasil="" ini="" jika="" juga="" ke="" kependidikan="" lain="" memiliki="" mencapai="" meningkatkan="" menunjukkan="" namun="" nasional="" nilai="" p="" pada="" parsial="" pendidik="" pendidikan="" pengaruh="" peran="" perlu="" persatu="" prestasi="" ptk="" sangat="" satu="" secara="" signifikan="" siswa.="" span="" standar="" strategis="" tenaga="" terhadap="" tersebut="" tetapi="" tidak="" un.="" un="" untuk="" yang="">0>
Saran-saran
Berdasarkan simpulan di atas
dapat di sarankan sebagai berikut;
Pertama, Ketercapaian
standar masih belum merata ada 4 standar (Standar Sarpras, Standar Proses,
Standar Kompetensi dan Standar PTK ) masih rendah dibandinkan dengan standar lainnya.
Hal ini perlu ada pemenuhan standar –standar yang masih rendah dengan cara melakukan
pemenuhan standar yang diprioritaskan dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu
pemenuhan standar PTK, Standar Sarpras dan Standar Pengelolaan.
Dengan meningkatkan pemenuhan standar PTK
maka akan dapat mendorong standar lainnya seperti standar isi, standar proses,
standar penilaian dan standar kompetensi secara bersamaan. Oleh karena itu,
sekolah dan dinas pendidikan harus melakukan pemenuhan kualifikasi pendidikan
guru dan kesesuaian latar pendidikan dengan materi ajarnya. Demikian juga perlu
meningkatkan 4 kompetensinya guru yaitu kompetensi professional, kompetensi
pedagogie, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Peningkatan kualifikasi pendidikan guru maka
pihak sekolah dapat memberikan dua alternative kepada guru yaitu guru di dorong
untuk belajar dengan prakarsa sendiri, atau guru diberikan beasiswa dari
sekolah atau dicarikan beasiswa melalui pemerintah atau pihak swasta.
Peningkatan kompetensi guru melalui pembinaan 4 kompetensi guru diikutsertakan
dalam diklat atau pihak sekolah melakukan program bimbingan sendiri untuk
meningkatkan kompetensi dengan menghadirkan pakar untuk memberikan bimbingan
dalam peningkatan kompetensi guru.
Pemenuhan
standar sarpras melalui penataan kualifikasi standar pengelola laboratorium
(laboran), perpustakaan (pustakawan) dan
melengkapi sarana belajar yang masih belum terpenuhi seperti ruang laboratorium
maupun perpustakaan sekolah. Standar ini dapat dipenuhi dengan dua
alternative yaitu sekolah mengajukan
kekurangan sarana prasarana belajar ke dinas pendidikan maupun bekerjasama
dengan pihak swasta dengan cara tidak mengikat untuk pemenuhan ruang
laboratorium maupun pustakawan.
Kedua, Setiap
standar mempunyai kontribusi dalam pencapaian prestasi belajar namun besaran
kontribusi masih belum maksimal. Untuk meningkatkan kontribusi 8 standar maka
yang perlu mendapatkan peningkatan mutu adalah 3 standar yaitu standar PTK dengan penekanan pada
peningkatan profesionalisme guru, pemenuhan Standar Sarana-prasarana dan peningkatan Standar pengelolaan dengan
memperkuat manajmen sekolah yang efektif.
Apabila standar tersebut dapat dicapai maka dengan kemampuan kepala
sekolah dalam pengelolaan akan menggerakan potensi-potensi yang masih belum
tergali seperti faktor internal dan eksternal yang mempunyai kontribusi dalam
menyumbangkan prestasi siswa. Potensi tersebut seperti bakat pada siswa, karakter
siswa serta keterlibatan orang tua siswa dalam mengawasi putra dan putrinya. Untuk
menggerakkan potensi tersebut kepala sekolah perlu melakukan evaluasi secara
menyeluruh terhadap organisasi sekolah dengan melihat kekuatan dan kelemahan
organisasi sekolah yang dipimpinya, sehingga dapat mendeteksi secara dini apa
yang menjadi kelemahan organisasi sekolah selenajutnya untuk dilakukan
perbaikan mengembangkan potensi yang ada disekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Burden , Paul
R; Bayrd David; Effective Teaching; Second Edition;
Allyn abd Bacon, Boston 1999
Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Djemari Mardapi. (2003). Desain dan
penilaian pembelajaran mahasiswa. Makalah disajikan dalam Lokakarya Sistem
Jaminan Mutu Proses Pembelajaran, tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
Depdiknas, Undang-undang
no 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Depdiknas; Peraturan
Pemerintah no 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
E. Mulyasa; (2010). Implementasi Kurikulum tingkat satuan
Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Rue.
Leslie W; & Byars, Lloyd L; (2000); Management,
Skill and Aplication; McGraw-Hill; Boston
Stephen
P.Robbins ; Coulter, Mary;(2009) Management,
Tenth Edition; Pearson Education ltd.
London
Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan: konsep,
strategi, dan aplikasi kebijakan organisasi sekolah efektif. (2008)
Jakarta: Rineka Cipta,
Suharsimi Arikunto. (2010). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Tilaar, (2006), Standarisasi
Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT Rineka Cipta
Tola, Burhanudin.Penjaminan,
Pengendalian, dan Perbaikan Mutu Pendidikan. Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan. No. 4
Tahun ke-2, Agustus 2009
Widoyoko,
S.E.P. (2007). Pengembangan Model
Evaluasi Pembelajaran IPS SMP. Yogyakarta: PPS UNY.
United Nations
Development Programme, 2013 http://www.mitrainvestor.com/blog/2013/03/18/ human-development-index-Indonesia-mor-121-tingkat-dunia/. “Human
Development Index Indonesia Nomor 121 Tingkat Dunia”. Posted on 18 March 2013.
Visited: 28 Februari 2014.